Type to search

Good Parenting

Tanpa Kekerasan, Orangtua Bisa Terapkan 9 Alternatif Positif “Menghukum” Anak

Alternatif Menghukum Anak Tanpa Kekerasan

Tidak sedikit orangtua yang sering kelepasan dalam menghukum anaknya. Alih- alih menenangkan diri dan mengendalikan emosi dulu, orangtua kerap terlanjur memukul anaknya. Akhirnya menyesal dan bersedih atas apa yang dilakukan.

Padahal, banyak orangtua menyadari bahwa kekerasan bukanlah cara yang tepat untuk menyelesaikan persoalan dengan anak. Sering memukul, menampar, menabok atau mencubit pada akhirnya justru memicu perilaku agresif pada anak.

Selain itu, anak yang sering mendapat kekerasan juga berpotensi tumbuh menjadi pribadi yang rendah diri saat tumbuh dewasa. Mereka rentan depresi dan mudah merasa frustasi.

9 Alternatif Menghukum Anak Tanpa Kekerasan

Tahukah Ayah Bunda, menghukum dengan kekerasan dapat berdampak buruk pada IQ anak. Selain itu, inner child yang terluka juga kerap terbawa sampai dewasa dan menimbulkan banyak dampak negatif.

Untuk itu, Ayah Bunda dapat coba menerapkan tips berikut ini untuk menghukum anak :

1. Tenangkan Diri dengan Menjauhi Anak

Saat Ayah Bunda merasa sangat marah dan ingin menampar anak, jauhi mereka. Tinggalkan mereka dalam situasi itu bila memungkinkan. Masuklah ke kamar, kunci pintu dan tenangkan diri.

Dalam situasi sendiri ini, Ayah Bunda bisa menemukan alternatif solusi untuk mengatasi masalah yang baru terjadi. Orangtua akan terhindar dari emosi meledak- ledak yang sedang membakar hati.

Tidak jarang orangtua kehilangan akal saat mengatasi masalah anak dalam keadaan terbakar emosi. Belum lagi jika sebelumnya ada masalah yang lain seperti tagihan jatuh tempo belum terbayar, anak yang lain menjatuhkan piring, atau gas tiba- tiba habis saat memasak.

Jika tidak segera meninggalkan situasi tersebut dan menenangkan diri, situasi bisa lebih kacau. Untuk itu, tenangkan diri dengan menarik nafas lewat hidung dan hembuskan lewat mulut. Lakukan ini sebanyak delapan kali.

2. Luangkan Waktu untuk Diri Sendiri

Orangtua rentan melakukan kekerasan saat mereka kehilangan banyak waktu untuk diri sendiri. Dalam hal ini, orangtua merasa terbebani dengan banyak pekerjaan dan tanggungjawab yang tak pernah ada ujungnya.

Padahal, sesekali meluangkan waktu untuk bersantai itu sangat perlu. Jadi, cobalah untuk meluangkan waktu untuk diri sendiri. Lakukan kegiatan sesuai dengan kegemaran, seperti membaca novel favorit, berkebun, atau menonton drama Korea.

3. Bersikap Lembut tapi Tetap Tegas

Orangtua kerap mudah frustasi dengan bersikap kasar pada anak saat mereka tidak mendengar perintah atau permintaan orangtua. Padahal, Anda sudah berkali- kali meminta dan memberitahu. Melelahkan memang ya, Ayah Bunda?

Rasa gemas itulah yang kemudian memicu orangtua menjewer atau mencubit anak agar mereka mau menurut. Namun tentu ini bukan tindakan yang tepat.

Untuk bisa menang di situasi ini, cobalah untuk menurunkan postur tubuh sesuai anak. Dekati mereka, sentuh pundak mereka dengan lembut, lalu beritahu secara singkat dan tegas sikap seperti apa yang orangtua inginkan.

Misalnya dengan berkata, “Bunda percaya kakak bisa mengerjakan PR dengan sungguh- sungguh.”

4. Beri Anak Pilihan

Memberi anak pilihan dapat menjadi “hukuman” yang lebih efektif daripada pukulan. Misalnya saat anak terus- terusan mengelak untuk mulai mengerjakan PR nya, tanyakan kepadanya, “Kakak mau mengerjakan PR nya dulu atau HP nya dititip Bunda dulu?”

Dengan ini, anak akan memahami bahwa ini adalah sinyal agar anak segera mengerjakan PR nya dulu tanpa harus menunda- nunda lagi. Jika anak memilih PR nya, sampaikan jika HP nya akan tetap dalam pengawasan agar tidak menjadi distraksi dalam belajar.

5. Kenalkan Anak dengan Konsekuensi Logis

Anak- anak perlu mengerti tentang adanya konsekuensi secara logis terkait perilaku mereka. Dengan memahami hal ini, anak- anak akan menjadi lebih bertanggungjawab.

Misalnya saat anak bermain bola dan memecahkan jendela tetangganya. Orangtua bisa berkata pada anak dengan suara lembut tapi tegas, “Bunda tahu kakak memecahkan jendela itu. Apa yang akan kakak lakukan untuk memperbaikinya?”

Anak mungkin memikirkan beberapa ide untuk memperbaiki kesalahannya. Misalnya menyapu halaman tetangga dan mencuci mobilnya beberapa kali untuk membayar kembali biaya perbaikan jendela.

Dari situasi ini anak akan belajar bahwa mereka mungkin membuat kesalahan, tapi mereka bisa belajar untuk memperbaikinya dan tidak melakukan kesalahan lagi.

Berbeda saat orangtua memilih untuk memarahi habis- habisan hingga memukul. Dalam keadaan tersudut dan terancam, anak belajar untuk menyembunyikan kesalahannya, berbohong atau menyalahkan orang lain. Tujuannya apa? Tentu saja agar tidak kena pukul lagi.

Anak mungkin juga merasa bahwa dia adalah anak yang nakal atau berperilaku baik. Lebih buruk lagi, ada anak yang menyimpan dendam pada orangtua karena telah mendapat pukulan.

6. Berbaikan

Saat anak- anak melanggar peraturan yang sudah disepakati, tentu hukuman sudah menanti. Namun tidak jarang, orangtua yang sedang kesal sering menerapkan hukuman yang sedikit berlebihan. Akibatnya, anak enggan memenuhi konsekuensi tersebut atau justru melawan.

Maka dari itu, di beberapa situasi, orangtua perlu untuk lebih legowo mengalah dan menerapkan hukuman yang lebih sesuai. Orangtua bisa meminta maaf karena menerapkan hukuman yang kurang sesuai, berbaikan dan kembali membicarakan konsekuensi yang relevan.

Dengan begitu, anak akan menjalani hukumannya dengan lebih ikhlas. Anak juga cenderung lebih bisa mengambil hikmah dari kesalahannya.

7. Menjauhi Konflik

Beberapa anak kerap menjawab, membantah atau meremehkan perintah orangtua. Ini juga terjadi pada anak- anak yang secara umum bersikap baik. Mungkin mereka sedang berada dalam situasi hati yang buruk atau sedang tidak bisa mengendalikan emosi.

Saat situasi memanas, tidak jarang orangtua ikut terpancing emosinya. Langkah terbaik saat ini terjadi adalah segera menjauh dari situasi ini. Selain itu, hindari meninggalkan ruangan dalam keadaan marah atau kalah.

Ayah Bunda bisa mengatakan ini pada anak, “Bunda ada di kamar sebelah jika kakak sudah tenang dan mau berbicara pada Bunda.”

8. Bertindak dengan Lembut tapi Tegas

Daripada menggunakan kekerasan seperti pukulan atau tamparan, tindakan yang lebih lembut tapi tegas memberikan dampak lebih baik. Sikap ini akan lebih menggerakkan hati anak untuk belajar dari kesalahannya atau belajar menahan diri.

Misalnya saat anak merengek dan tantrum di tempat umum, Ayah Bunda bisa coba mengatakan, “Adek bisa coba mainan ini lain waktu ya.”

9. Beritahu Anak Terlebih Dulu

Anak yang melanggar peraturan bisa dengan mudah membuat orangtua marah. Di sisi lain, anak- anak sering tidak paham dengan benar situasi yang mereka hadapi. Anak- anak memang sering naif.

Atau terkadang anak juga bingung saat orangtua mendadak memberi aturan ini-itu, memberi larangan ini-itu atau memberi perintah tanpa ba-bi-bu. Misalnya saat anak belum pulang dari latihan senam yang seharusnya dia sudah di rumah 10 menit yang lalu. Hindari untuk langsung menelepon dengan marah- marah pada anak.

Cobalah untuk menanyakan terlebih dahulu apakah latihannya sudah selesai atau belum. Dan jika sudah selesai, beritahu anak untuk segera bergegas pulang agar tidak kesorean. Hal ini membuat anak bersiap- siap menyelesaikan apa yang sedang ia lakukan.

Tags: