7 Cobaan yang Sering Terjadi di Awal Pernikahan, Pernah Mengalaminya?
Pernikahan memang bukan hal yang mudah. Saat pasangan berkomitmen untuk menikah, seringkali persiapan mereka berfokus pada persiapan pesta pernikahan dan material semata.
Padahal, gemerlap pesta pernikahan hanya berlangsung dalam hitungan hari saja. Material memang penting dalam pernikahan, namun segalanya. Akan lebih baik jika pasangan juga mempersiapkan mental mereka saat berkomitmen untuk menikah.
Karena akan ada banyak hal yang berubah saat sudah menikah nanti. Mulai dari sikap pasangan, kebiasaan, adaptasi dengan keluarga baru, dan lain sebagainya.
Kesiapan Mental untuk Hadapi Cobaan Pernikahan
Mental yang baik juga dibutuhkan untuk menghadapi cobaan pernikahan. Ada banyak cobaan di awal pernikahan yang bisa mempengaruhi keharmonisan rumah tangga. Maka dari itu, pasangan harus menyadari potensi masalah dan bersiap mengatasinya.
Apa saja cobaan di awal pernikahan yang sering terjadi? Berikut ulasannya :
1. Karakter Asli Pasangan Tidak Sesuai Ekspektasi
Keadaan ini sering sekali terjadi di awal pernikahan. Tak peduli berapa lama masa pacaran atau penjajakan, kadang salah satu atau dua pihak sering merasa ini terjadi.
Apakah pasangan kita berubah? Atau ada sesuatu yang disembunyikan? Seringkali tidak.
Hanya saja, saat pacaran orang cenderung menampakkan sisi baiknya saja untuk membuat pasangan terkesan. Begitu menikah, kita tidak bisa lagi menyembunyikan diri kita. Pasangan akan melihat karakter kita secara utuh.
Penampakan karakter asli yang sesungguhnya ini lah yang sering dirasa pasangan sebagai perubahan. Padahal seperti ini lah sosok aslinya, tidak ada yang berubah. Hanya saja dulu belum terlihat.
Untuk mencegah terjadinya perasaan ini, sebaiknya pasangan saling terbuka sejak awal soal karakter masing- masing. Cobalah menyampaikan pada pasangan kekurangan kita dan tanyakan apakah pasangan bisa menerimanya.
Apakah perlu mengungkapkan sisi tergelap atau pengalaman buruk di masa lalu? Tidak sebenarnya. Namun jika dirasa ini akan mempengaruhi hubungan pernikahan di kemudian hari, cobalah untuk mengkomunikasikannya dari sekarang.
Bagaimana dengan pasangan yang menempuh jalur ta’aruf? Mungkin kita tidak bisa terlalu terbuka dalam berkomunikasi di awal, namun cobalah meminta calon pasangan untuk jujur dengan karakternya.
Intinya adalah jangan terlalu tinggi dulu dalam berekspektasi. Sama halnya seperti kita, pasangan adalah manusia biasa yang tidak sempurna. Ada kekurangan dan kelebihan yang membuat kita saling melengkapi satu sama lain.
2. Keinginan untuk Berubah
Berbeda dengan point #1, keinginan untuk berubah ini didorong oleh stereotype yang beredar di masyarakat. Kalau sudah menikah harusnya begini, begini, begini. Akhirnya timbul perasaan cemas karena tidak bisa menjadi suami atau istri idaman.
Berawal dari sinilah pasangan merasa terbebani. Kecemasan berlebihan mendorong mereka untuk memaksakan diri menjadi yang sempurna untuk pasangan. Padahal, belum tentu pasangan menuntut hal yang sama.
Perasaan tidak nyaman lalu menghantui. Ada perasaan menyesal karena menikah berarti tidak sebebas seperti waktu lajang. Akhirnya pernikahan tidak dijalani dengan penuh syukur dan bahagia.
Kenyataannya, menjalani pernikahan dibayangi dengan ketakutan memang tidak menyenangkan. Cobalah untuk lebih rileks dan tetap menjadi diri sendiri saat menjalani pernikahan. Tidak perlu terlalu keras untuk menjadi sempurna jika ternyata malah tidak bahagia.
3. Masalah Karir dan Finansial
Masalah karir dan finansial adalah hal yang serius. Seringkali karena masalah ini, pasangan akhirnya memutuskan untuk bercerai.
Dilansir dari hukumonline.com, Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung, Abdul Manaf, menyebut bahwa mayoritas penyebab perceraian didorong oleh dua persoalan besar.
Dua persoalan ini adalah ekonomi dan perselisihan yang tidak berkesudahan. Hambatan dalam kebutuhan ekonomi keluarga ini lah yang banyak mendominasi dalam kasus perceraian.
Sebelum hal buruk ini terjadi, kedua pasangan sebaiknya saling terbuka soal karir dan keuangan. Cobalah untuk saling jujur terkait penghasilan dan hutang-piutang yang ada.
Saat suami berada di fase awal meniti karir, istri harus pengertian dan mendukung suami hingga ke puncak. Sebaliknya, saat karir istri yang melesat, suami sebaiknya legowo dan mendukung, alih- alih merasa minder dan memicu pertengkaran.
Karena tujuan menikah ini sendiri adalah membina rumah tangga yang harmonis dan bahagia, kedua pasangan perlu saling pengertian dan mendukung dalam karir dan finansial. Singkirkanlah ego masing- masing agar tujuan besar kalian tercapai.
4. Keluarga yang Ikut Campur
Bukan hanya orangtua dan mertua saja, tidak jarang anggota keluarga lain seperti ipar dan nenek seringkali ikut campur urusan rumah tangga. Cobaan ini perlu dihalau dari awal sebelum mempengaruhi hubungan suami istri.
Selama nasehat keluarga itu baik, tentu saja tidak masalah untuk diikuti. Karena pada dasarnya saat kita menikah, ini bukan hanya penyatuan dua insan saja, melainkan juga dua keluarga.
Namun, bukan berarti keluarga ikut campur dalam urusan rumah tangga. Ada baiknya setiap keputusan rumah tangga berdasarkan persetujuan suami istri, dan tidak terlalu dicampuri anggota keluarga lainnya.
Campur tangan keluarga yang terlalu banyak seringkali memicu pertengkaran rumah tangga. Tidak jarang, bukan hubungan rumah tangga saja yang terpengaruh, tapi juga hubungan dengan keluarga besar.
Untuk menghindari ini, akan lebih baik jika sedari awal pasangan memutuskan untuk tidak tinggal bersama keluarga. Cobalah untuk menyewa rumah (ngontrak) jika memang belum bisa mempunyai rumah sendiri.
5. Kehadiran Buah Hati
Problem kehadiran buah hati biasanya tidak langsung terjadi di awal pernikahan. Namun bisa dimulai dari sejak proses kehamilan.
Jika ingin segera mempunyai momongan sejak awal pernikahan, kedua pasangan perlu mempersiapkan finansial dan mental dari awal. Karena merawat anak bukan sekedar membutuhkan tambahan biaya, tapi juga energi yang luar biasa.
Bicarakan juga soal bagaimana akan merawat buah hati nanti. Apakah istri akan merelakan berhenti dari pekerjaannya? Atau tetap melanjutkan karir dan menggunakan jasa Day Care?
Jika memang istri akhirnya menjadi full time mommy, suami harus pengertian membantu pekerjaan rumah tangga saat ada waktu luang. Entah itu sekedar mencuci piring atau membuat teh sendiri saat istri merawat buah hati.
Suami tidak boleh serta merta menyerahkan seluruh pengasuhan dan pekerjaan rumah tangga pada istri karena bisa memicu stress dalam rumah tangga.
Selain itu, belum mempunyai anak juga sering memicu masalah dalam rumah tangga dan sering dijadikan alasan perselingkuhan. Selain itu, keputusan child-free pasangan juga bisa menjadi problem karena stigma buruk dari masyarakat.
Solusinya adalah komunikasikan masalah kehadiran anak ini sejak awal dengan suami. Bicarakan bersama tentang kemungkinan- kemungkinan yang ada. Tidak perlu berfokus pada stigma negatif masyarakat. Yang penting pasangan sama- sama bahagia.
6. Komentar Negatif dari Masyarakat
Dimanapun kita berada, kita tidak bisa menghindari komentar julid dari siapapun. Entah karena istri berkarir dan menitipkan bayi, tentang penggunaan susu formula, atau karir istri yang lebih tinggi dari suami.
Kita tidak bisa menghindari komentar julid itu. Jadi yang bisa kita lakukan adalah menebalkan telinga agar tidak terpengaruh komentar- komentar tersebut.
Jangan sampai rasa iri dan komentar julid orang lain mempengaruhi kebahagiaan rumah tangga kita. Apalagi jika komentar ini datang dari orang yang tidak berkontribusi apapun dalam hidup kita.
7.Hubungan Intim Tidak Lancar
Hilangnya kepuasan dalam hubungan intim juga bisa menjadi cobaan dalam pernikahan. Seringkali pasangan berekspektasi hubungan akan seperti film- film romantis yang mereka tonton. Namun realita tentu berbeda.
Salah satu penyebab hilangnya kepuasan dalam berhubungan ini adalah kurangnya pengetahuan seksual yang memadai dan ketidakterbukaan dalam membicarakannya. Maka dari itu, setiap calon pengantin disarankan untuk membekali diri mereka dengan edukasi seksual yang baik.
Dengan begitu, pasangan tidak terjebak dalam mitos- mitos seksual yang berada di masyarakat dan dapat menghindari kesalahpahaman. Hubungan intim suami istri sangat penting untuk menjaga keharmonisan rumah tangga.
Jika segala upaya sudah dicoba dan tidak berhasil, pertolongan ahli mungkin dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah ini.
Follow untuk Mendapat Tips Parenting Gratis :
Ikuti Ikuti Ikuti