Contek yuk Yah Bun, Cara Mendidik agar Anak Menjadi Pintar dan Patuh pada Orangtua
Ayah Bunda, tahukah jika strategi pengasuhan sangat berdampak dalam mendidik anak agar menjadi pintar dan patuh pada orangtua. Meski tidak ada pola baku dalam hal ini, tapi ada beberapa pola pengasuhan yang bisa kita contek.
Terutama di era digital seperti ini, mendidik anak menjadi cerdas dan patuh memang sebuah tantangan besar. Orangtua tidak boleh terlalu otoriter dan perlu menjadi pendengar yang baik. Dengan begitu, anak akan nyaman untuk menerima masukan dan nasehat dari orangtua.
Cara Mendidik Anak agar Menjadi Pintar dan Patuh
Sebelum kita melangkah ke masing- masing poin, perlu Ayah Bunda ketahui bahwa pintar bukan berarti mempunyai nilai bagus di lembaran raport saja. Namun juga pintar dalam memecahkan masalah dan mempunyai rasa empati terhadap sesama.
Sama halnya dengan menjadi sosok anak yang patuh. Bukan berarti mereka harus selalu mengiyakan apa yang orangtua inginkan.
Anak harus tetap bisa berpikir kritis dan logis terhadap apa yang orangtua ajarkan dan perintahkan. Kendati begitu, saat terjadi perbedaan persepsi dan pendapat, anak dapat menyampaikannya dengan cara yang baik kepada orangtua. Dan sebaliknya, orangtua juga dapat dengan terbuka mendengarkan pendapat anak dan berdiskusi lebih lanjut.
Berikut adalah beberapa tips yang bisa Ayah Ibu terapkan dalam parenting agar anak menjadi sosok yang pintar dan patuh :
1. Pendengar yang Baik untuk Anak
Kita perlu berhenti menjadi orangtua hanya hanya selalu nyerocos berbicara tanpa memberi ruang untuk anak. Anak pun mempunyai kebutuhan untuk didengarkan dan menyampaikan pendapat mereka.
Jadi, cobalah menjadi pendengar yang baik untuk anak. Beri mereka ruang untuk berbicara dari perspektif mereka.
Saat orangtua terbiasa memberi atensi positif terhadap perspektif anak, ini akan membangun chemistry positif antara orangtua dan anak. Anak cenderung terhindar dari pengaruh perilaku buruk karena hubungan harmonis dengan orangtuanya.
2. Validasi Emosi
Penting sekali memastikan emosi anak tervalidasi dengan tepat, apapun bentuknya. Tekankan pada anak bahwa setiap emosi yang mereka rasakan ini punya nama. Sampaikan juga bahwa orangtua memahami apa yang mereka rasakan.
Hindari untuk menyepelekan atau meremehkan perasaan anak dengan menganggapnya lebay atau berlebihan. Hal ini mungkin sepele untuk orangtua, tapi tidak untuk anak- anak. Saat melakukannya, anak akan merasa bahwa orang tuanya tidak peduli dengan apa yang mereka rasakan.
Maka dari itu, sampaikan bahwa Ayah Bunda mengerti apa yang mereka rasakan dan juga penyebabnya. Dan jika ada yang perlu diperbaiki, itu adalah perilakunya, bukan emosinya. Anak bisa merasakan berbagai emosi. Dan emosi yang muncul ini lah yang bisa memicu munculnya perilaku yang kurang tepat.
3. Posisikan Orangtua sebagai Sosok yang Punya Wewenang
Melakukan validasi emosi bukan berarti serta merta membiarkan anak memegang kendali dalam membuat keputusan. Terutama saat mereka belum cukup dewasa untuk mengambil keputusan yang tepat.
Orangtua tentu menanyakan perasaan mereka, mendengarkan dan menunjukkan empati. Tapi bedakan dengan meminta izin terkait sebuah keputusan.
Pada dasarnya anak- anak memang belum mempunyai kapasitas untuk membuat keputusan signifikan. Disinilah peran orangtua dalam mengarahkan pada anak bahwa orangtua mengambil keputusan dengan matang dengan mempertimbangkan banyak hal positif.
4. Membuat Aturan Jelas
Aturan- aturan yang dibuat dengan jelas dan sederhana akan lebih mudah diterima oleh anak. Oleh sebab itu, selalu sampaikan sebab-akibat saat orangtua menerapkan sebuah peraturan.
Misalnya saja saat meminta anak tidur lebih awal, sampaikan alasannya. Alasan logisnya adalah tidur yang cukup penting untuk pertumbuhan tubuh dan otak anak. Selain itu, tentu untuk mempersiapkan anak agar bisa beraktifitas di sekolah dengan bugar keesokan harinya.
Memberikan penjelasan yang logis dan sederhana akan membuat anak mencerna tujuan dari aturan dengan baik. Mereka akan lebih mudah untuk patuh pada peraturan yang dibuat bersama. Bukan karena takut pada pengawasan orangtua, tapi karena mereka memang memahami tujuan dan konsekuensinya.
5. Berikan Peringatan Awal
Bagaimana jika anak melakukan pelanggaran peraturan? Orangtua harus tetap tenang sambil tetap memberikan peringatan awal saat anak berperilaku buruk. Kemudian jika anak kembali mengulanginya, ikuti dengan tindakan sebagai konsekuensi.
Peringatan sebaiknya hanya Ayah Bunda berikan sebanyak satu kali. Sebab, jika terus menerus memberikan peringatan yang sama, anak akan berpikir bahwa ancaman orangtua tidak benar- benar terbukti.
6. Menerapkan Konsekuensi Logis
Saat anak melakukan kesalahan, orangtua bisa menerapkan konsekuensi atas perbuatan mereka secara logis. Pastikan juga orangtua menyampaikan ini dengan detail kapan konsekuensi akan berakhir.
Misalnya saja anak menggunakan screen time gadget melebihi waktu yang diperbolehkan, sampaikan bahwa anak tidak boleh bermain gadget satu hari. Atau melarang anak bermain gadget sampai berhasil melakukan tugas tertentu tepat waktu selama satu minggu.
Jangan berhenti disini, diskusikan pada anak penyebab mereka memperoleh hukuman tersebut. Selanjutnya, cari alternatif apa yang harus orangtua lakukan agar hal semacam ini tidak terjadi lagi.
7. Berikan Reward pada Anak
Selain memberikan konsekuensi terhadap pelanggaran, Ayah Bunda juga bisa memberikan insentif reward saat anak mereka menaati peraturan dengan baik. Insentif reward ini tidak harus dengan materi atau sesuatu yang wah ya, Ayah Bunda.
Reward seperti pujian tulus disertai pelukan juga bisa menjadi ide untuk membuat buah hati merasa perilaku positif nya mendapat ganjaran baik dari orangtuanya. Reward sederhana lain seperti memberi buku baru yang anak sukai atau jajan favoritnya juga sesekali bisa Ayah Bunda terapkan.
8. Beri Anak Kesempatan dalam Memilih
Di luar dari peraturan yang ditetapkan, beri anak kesempatan untuk memilih apa yang merkea inginkan. Misalnya saja hal- hal sederhana seperti baju yang akan mereka kenakan saat pergi jalan- jalan.
Cara ini akan mengajarkan anak bahwa mereka juga mempunyai otoritas dalam mengambil keputusan tertentu. Ini akan melatihnya untuk bisa menentukan pilihan untuk dirinya sendiri di kemudian hari.
9. Seimbangkan Kebebasan dan Tanggungjawab
Pastikan anak juga memahami dengan baik bahwa peraturan dan sikap tegas orangtua bukan lah karena karakter otoriter. Sebaiknya ketegasan orangtua ini bertujuan agar anak bisa menjadi pribadi yang positif, tetap berani berpendapat, mempunyai ruang untuk memilih, dan menjadi pribadi sukses di masa depan.
Artinya, oranua bisa membantu, namun tidak sepenuhnya. Beri anak rambu- rambu untuk tetap memegang tanggung jawab yang ada di tangan mereka.
Menciptakan Peraturan Membantu Hubungan Orangtua yang Sehat dengan Anak
Dari semua poin- poin di atas, salah satu dari manfaat peraturan ini sendiri bukan hanya membangun perilaku anak menjadi pintar dan patuh pada orangtua. Tapi juga memastikan orangtua mempunyai hubungan yang sehat dengan anak.
Tentu saja orangtua tidak sekedar membuat daftar aturan dan minta anak untuk mematuhi semuanya dengan tepat. Tapi pastikan komunikasi dengan anak terbangun dan mendiskusikan dengan anak tentang peraturan tersebut.
Tidak kalah pentingnya, selalu jadwalkan waktu berkualitas bersama anak agar mereka mengerti bahwa orangtua menerima dan menyayangi mereka dengan sepenuh hati. Kegiatan sederhana untuk membangun bonding bersama anak akan membuat anak lebih mudah menerima masukan dan koreksi.
Jika konten ini dirasa bermanfaat untuk Ayah Bunda, jangan ragu untuk membagikannya ke orang- orang tercinta ya, Ayah Bunda. Semoga bermanfaat! 🙂
Follow untuk Mendapat Tips Parenting Gratis :
Ikuti Ikuti Ikuti