9 Sikap Merusak Anak yang Orangtua Wajib Hindari dalam Pengasuhan
Saat mengetahui akan menjadi orangtua, tentunya setiap orang dewasa ingin anak- anak mereka tumbuh menjadi pribadi yang berkepribadian baik, dan percaya diri. Karena hal- hal ini merupakan pondasi penting untuk anak menghadapi hidupnya kelak di masa dewasa.
Namun, tahukah Ayah Bunda, bagaimana anak kita kelak, itu bisa sangat bergantung pada pola pengasuhan yang orangtua terapkan. Jika orangtua menerapkan pola asuh yang benar atau positive parenting, ini membentuk anak mempunyai masa depan yang cerah. Sebaliknya, jika pola asuh yang salah diterapkan, ini bisa merusak masa depan anak- anak.
Sikap Merusak Anak yang Harus Orangtua Hindari dalam Mendidik Anak
Membesarkan anak memang sebuah tantangan yang luar biasa. Tidak mudah karena peran menjadi orangtua adalah peran seumur hidup, dengan banyak jalan berliku yang bisa datang setiap waktu.
Orangtua sama seperti manusia pada umumnya. Dalam perjalanan panjang ini, orangtua juga mungkin melakukan kesalahan. Entah disadari atau tidak, kesalahan ini bisa merusak pola pikir anak di masa yang akan datang.
Untuk itu, ada beberapa sikap yang perlu orangtua hindari dalam mendidik anak. Sikap apa sajakah ini? Berikut adalah daftarnya :
1. Bertengkar di Depan Anak
Konflik adalah hal yang lumrah terjadi dalam rumah tangga. Yang terpenting, Ayah Bunda harus bisa mengendalikan konflik agar tidak semakin runyam dan melebar. Dalam mengelola konflik ini, penting untuk menghindari adanya pertengkaran di depan anak.
Studi ilmiah mengungkap bahwa anak yang tumbuh di lingkungan yang sering terjadi konflik, cenderung lebih sulit beradaptasi, sulit bekerjasama dengan orang lain, dan lebih rentang mengalami depresi.
Selain mempengaruhi psikis mereka, kesehatan fisik anak juga bisa terganggu. Anak cenderung mudah mengalami keluhan berupa badan lemas yang frekuensinya sering dan lebih mudah sakit.
2. Berbicara Hal Buruk tentang Orang Lain
Orangtua perlu menghindari untuk sering bergunjing atau membicarakan kejelekan orang lain di depan anak- anak mereka. Anak- anak mungkin terlihat diam dan terlihat tidak mengerti, tapi sebenarnya mereka memperhatikan sikap orang tuanya.
Saat Ayah Bunda berbicara negatif tentang orang lain, seperti “Bu RT itu galak banget!”, “temanmu kok gendut banget sih,” dan lain sebagainya. Secara tidak langsung, kalimat- kalimat seperti ini bisa menciptakan persepsi negatif di pikiran anak.
3. Sering Mengeluh
Mengeluh memang manusiawi. Namun jika terlalu sering terjadi, apalagi karena perkara kecil, ini bisa berdampak buruk pada anak. Kebiasaan sering mengeluh bisa membuat anak rentan stres dan mudah mengalami kecemasan.
Anak cenderung takut untuk mengeksplorasi diri karena khawatir orang tuanya marah atau mengeluhkan perilakunya. Akibatnya, anak cenderung pasif dan takut mencoba hal- hal baru.
4. Tidak Jujur
Cara terbaik untuk mengajarkan kejujuran pada anak adalah dengan memberi teladan pada mereka bahwa orang tuanya adalah pribadi yang jujur. Sebaliknya, perilaku sering berbohong akan membuat anak kehilangan rasa percaya pada orang tuanya dan membuat mereka mengikuti perilaku negatif ini.
Menurut studi dari Universitas Princeton, Amerika Serikat, setidaknya 40 persen anak- anak takut dan kehilangan rasa percaya mereka terhadap orangtua. Tahukah Ayah Bunda apa penyababnya?
Penyebabnya karena orangtua sering tidak bersikap jujur dalam berkomunikasi dengan anak. Kebohongan pada anak sering terkesan sepele. Namun lambat laun, hal ini akan memberi efek buruk di kemudian hari.
5. Memuji Secara Berlebihan
Memberikan pujian tulus atas hal baik dan prestasi anak adalah tindakan baik orangtua dalam mengapresiasi anak. Kendati begitu, memberikan pujian berlebihan bisa menjadi salah satu kesalahan dalam mendidik anak.
Memuji secara berlebihan bisa membuat fokus anak hanya pada tujuan untuk mendapat pujian. Hal ini dikhawatirkan membuat anak melakukan berbagai cara untuk memastikan dirinya berhasil. Bahkan dengan cara curang sekalipun.
Selain itu, pujian berlebihan juga membuat anak terlalu percaya diri yang membuatnya menjadi tinggi hati dan meremehkan orang lain. Dalam hal ini, misalnya pujian yang bersifat terlalu meninggikan seperti, “Nggak ada yang lebih pintar dari kamu. Kamu pasti bisa juara satu dengan mudah.”
Percaya diri dalam batas yang berlebihan pun bisa menjadi masalah untuk anak di kemudian hari. Ia bisa menjadi pribadi yang alergi dengan kritikan dan mudah kecewa saat mengalami kegagalan.
6. Ekspektasi Berlebihan pada Anak
Sikap merusak orangtua dalam mendidik anak selanjutnya adalah ekspektasi yang terlalu tinggi pada anak. Misalnya saja, orangtua selalu menetapkan standar ‘berprestasi’ itu sesuai dengan kemauannya,tanpa mempertimbangkan kemampuan anak.
Saat pencapaian anak tidak sesuai dengan ekspektasi, orangtua menjadi mudah kecewa dan menganggap bahwa anaknya tidak becus. Pada akhirnya anak menjadi mudah depresi karena tidak bisa memenuhi ekspektasi orangtuanya.
Di sisi lain, seringkali ekspektasi orangtua tidak dibarengi dengan timbal balik berupa motivasi atau apresiasi, sehingga anak mudah kehilangan semangat juang. Anak sering merasa bahwa jerih payahnya tidak pernah ada harganya di mata anak.
7. Membanding- bandingkan Anak
Tak seorang anakpun yang mau dirinya dibanding- bandingkan dengan orang lain. Sayangnya, tidak sedikit orangtua yang mudah membanding- bandingkan anak dengan dalih memotivasi anak.
Sayangnya, yang sering terjadi justru sebaliknya. Anak menjadi sedih, merasa semakin rendah diri, dan merasa tidak berharga di mata orangtuanya.
Perlu Ayah Bunda ketahui, setiap anak mempunyai sifat dan karakteristik yagn berbeda. Kendati begitu, mereka semua sama- sama ingin menjadi orang yang berharga di mata orangtua mereka. Alih- alih membandingkan mereka, cobalah untuk mengenali bakat dan karakter anak, lalu mengoptimalkannya.
8. Menilai Kemampuan Anak Berdasarkan Nilai
Masih banyak orangtua yang menjadikan nilai sekolah sebagai patokan kecerdasan anak. Padahal, pintar tidaknya anak tidak bisa dilihat dari nilai pelajaran di sekolah saja.
Terlebih, ada berbagai macam jenis kecerdasan anak. Ada kecerdasan linguistik, logika, visual-spasial, kinestetik, musik, interpersonal, dan intrapersonal.
Menjadikan nilai sebagai patokan kepintaran anak tentu bukan pola asuh yang bijak. Orangtua perlu mendampingi proses belajar dengan sebaik- baiknya, tapi dengan menganggap anak bodoh karena nilai yang kurang baik akan membuat mereka semakin tertekan.
9. Melindungi Anak dari Kesalahan
Setiap orangtua ingin anak- anak mereka selalu aman dan bahagia. Kendati begitu, bukan berarti orangtua terus melindungi mereka secara berlebihan dari kegagalan dan kesalahan.
Kegagalan dan kesalahan yang anak alami adalah pelajaran berharga dalam perjalanan mereka. Melalui kegagalan dan kesalahan yang mereka lalui, anak akan belajar untuk bangkit, berjuang, dan memperbaiki diri.
Apa jadinya jika orangtua sedikit- sedikit ikut campur demi memastikan anak mereka selalu berdiri tegak? Bukannya membuat mereka menjadi anak yang hebat, tapi justru membuat mereka tidak mampu mandiri, kesulitan menghadapi tekanan dan menyelesaikan masalah.
Ini akan semakin berdampak hebat saat mereka tumbuh dewasa nanti.
Tak Ada Orangtua yang Dengan Sadar Ingin Punya Sikap Merusak Anak
Ya, tentunya tak ada seorang orangtua pun yang ingin merusak anak mereka sendiri. Umumnya setiap orangtua hanya ingin memberikan bekal yang cukup untuk anak mereka menjadi pribadi yang hebat di masa depan.
Namun sekali lagi, orangtua adalah manusia biasa. Orangtua bisa menampilkan emosi negatif dan mengekspresikan diri dengan cara negatif, seperti marah- marah, mengeluh dan bersikap berlebihan dalam melindungi anak.
Untuk itu, penting untuk kita sebagai orangtua senantiasa meningkatkan diri. Belajar ilmu parenting adalah salah satu upaya orangtua untuk bisa menerapkan nilai- nilai positif dalam pengasuhan.
Dengan membaca artikel parenting in, semoga Ayah Bunda dapat terinspirasi untuk menghindari sikap atau perilaku merusak anak yang bisa berdampak buruk untuk tumbuh kembang mereka. Akhir kata, semoga bermanfaat!
Follow untuk Mendapat Tips Parenting Gratis :
Ikuti Ikuti Ikuti